Many thanks to Union of Catholic Asian News for making the Indonesian version of their article available. While there are some minor differences, there’s so much similarity between Bahasa Indonesia and Bahasa Malaysia that this translation can add on to the ripples and contribute to those who are reflecting on this in Bahasa Malaysia. 🙂
MALAYSIA – Umat Kristen dan Muslim Membahas Isu-Isu Minoritas
2009-6-19 | MS07437.647b | 562 kata Text size
BANGKOK (UCAN) — Lebih dari 100 umat Kristen, Muslim, dan penganut agama-agama lain berkumpul di gereja Lutheran di Malaysia baru-baru ini untuk mendiskusikan isu-isu yang dihadapi kelompok-kelompok minoritas di negeri itu.
Forum Profesional Muslim (MPF, Muslim Professionals Forum) dan Friends in Conversation bersama-sama menyelenggarakan acara bertema “People Like Us: How Arrogance Divides People” (Orang seperti Kita: Betapa Kesombongan Memecah-belah Kita). Friends in Conversation merupakan sebuah kelompok Kristen yang membahas isu-isu sosial, politik, dan ekonomi. Kelompok ini dibentuk 12 Juni di Gereja Lutheran Bangsar di Kuala Lumpur.
Keberhasilan utama acara ini adalah bahwa kaum Muslim, umat Kristen, dan penganut agama-agama lain “benar-benar berkumpul dalam suasana tanpa ancaman dan berinteraksi sebagai sahabat,” kata Pendeta Sivin Kit kepada UCA News. Pendeta dari Gereja Lutheran Bangsar yang menjadi tuan rumah dan memfasilitasi acara itu mencatat bahwa setengah dari 103 peserta adalah kaum Muslim dan sisanya kebanyakan Katolik dan Protestan.
Dia juga memuji para peserta karena saling berinteraksi sebelum dan sesudah acara dua jam itu, dan terutama kaum Muslim yang datang ke sebuah gereja untuk terlibat. Para peserta “berhati-hati agar tidak saling menyerang,” karena bagi kebanyakan peserta, ini merupakan yang pertama kali mereka menghadiri peristiwa seperti itu, katanya.
Menurut Pendeta Kit, Tricia Yeoh, salah satu dari tiga panelis dalam acara itu, mengangkat beberapa isu yang dihadapi kelompok-kelompok minoritas di Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim. Salah satu isu adalah kompetisi partai-partai politik yang didominasi Muslim untuk memaksakan aganda-agenda Islam di Malaysia.
Aloysius Pinto, seorang peserta Katolik, sependapat. Ia menunjukkan bahwa media dan kelompok-kelompok politis menggunakan isu-isu agama sedemikian rupa sehingga menimbulkan kebingungan.
Yeoh, seorang Kristen yang bekerja di kantor riset menteri utama Negara Bagian Selangor, juga mengangkat isu tentang umat Kristen tidak diijinkan menggunakan kata “Allah” yang mengacu pada Allah.
Di tahun-tahun belakangan ini, mingguan Katolik “Herald” (Bentara), yang menurunkan berita Katolik dalam bahasa Inggris, Melayu, Mandarin, dan Tamil, terlibat dalam sebuah perdebatan dengan pemerintah soal penggunaan kata bahasa Arab “Allah” untuk Allah, dalam seksi bahasa Melayunya.
Pada akhir Mei, Pengadilan Tinggi negeri itu mengumumkan bahwa Gereja Katolik tidak boleh menggunakan kata “Allah” sampai pengadilan membuat keputusan tentang soal itu pada 7 Juli.
Ahmad Farouk Musa, pembicara lain dalam acara itu, membahas perlunya reformasi bagi kaum Muslim. Salah satu pendiri MPF itu menekankan pentingnya penalaran.
Pembicara lain adalah Waleed Aly, seorang pengacara asal Australia dan pemimpin komunitas Muslim, yang menulis buku “People Like Us: How Arrogance Is Dividing Islam and the West” (Orang seperti Kita: Betapa Kesombongan Memecah-belah Islam dan Barat). Dalam acara itu, dia mengatakan bahwa banyak kesalahpahaman tentang Islam dan Muslim di Barat. Dia mengakui adanya kesalahpahaman yang bersifat kultural, namun dia menepis bahwa kaum Muslim mengalami diskriminasi di Barat.
Pendeta Kit, salah satu anggota pendiri Friends in Conversation, mengatakan kepada UCA News melalui telpon bahwa kelompok itu tengah menyiapkan dialog dan percakapan lebih lanjut dengan kelompok-kelompok Muslim. Dalam bulan-bulan mendatang, misalnya, kelompoknya berencana mengadakan sebuah acara bersama dengan Saudari-Saudari dalam Islam (SIS, Sisters in Islam), sebuah kelompok yang berkomitmen menegakkan hak-hak kaum perempuan dalam kerangka Islam.
SIS menjadi perhatian umum belakangan ini ketika PAS (akronim bahasa Melayu untuk All-Malaysia Islamic Party), salah satu dari tiga partai politik dalam koalisi menentang pemerintah federal, menganjurkan agar SIS diselidiki dan dibubarkan jika ditemukan bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
Malaysia adalah sebuah negara multi-etnis, dan pemerintah menganggap agama sebagai sebuah masalah yang sensitif. Sekitar 60 persen dari 27 juta penduduk Malaysia adalah kaum Muslim etnis Melayu. Sisanya adalah kebanyakan etnis Cina dan India.